Peraturan Menteri Keuangan 84/PMK.012/2006: Perusahaan Pembiayaan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 84/PMK.012/2006

TENTANG

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang:

  1. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Perusahaan Pembiayaan dalam pembangunan nasional, perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan di bidang Perusahaan Pembiayaan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan Pembiayaan;

Mengingat:

  1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
  2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 64);
  3. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 53);
  4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.012/2006 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non Bank;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 606/KMK.01/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

  1. Menteri adalah Menteri Keuangan;
  2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan;
  3. Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran;
  4. Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan (Lessor);
  5. Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut;
  6. Penjual Piutang (Client) adalah perusahaan yang menjual piutang dagang jangka pendek kepada Perusahaan Pembiayaan;
  7. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran;
  8. Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit;
  9. Izin Usaha adalah izin untuk melakukan kegiatan usaha di bidang pembiayaan yang ditetapkan oleh Menteri;
  10. Akuisisi adalah pengambilalihan baik seluruh maupun sebagian besar saham Perusahaan Pembiayaan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perusahaan Pembiayaan;
  11. Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) Perusahaan Pembiayaan atau lebih, dengan cara mendirikan Perusahaan Pembiayaan baru dan membubarkan Perusahaan-perusahaan Pembiayaan tersebut dengan atau tanpa likuidasi;
  12. Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Perusahaan Pembiayaan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Perusahaan Pembiayaan dan membubarkan Perusahaan Pembiayaan lainnya dengan atau tanpa likuidasi;
  13. Kantor Cabang adalah unit usaha dari suatu Perusahaan Pembiayaan yang diperkenankan menjalankan semua jenis usaha Perusahaan Pembiayaan dan menyelenggarakan tata usaha pembukuan sendiri, tetapi dalam mengatur usahanya tunduk pada segala ketentuan yang berlaku bagi kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

BAB II
KEGIATAN USAHA

Pasal 2

Perusahaan Pembiayaan melakukan kegiatan usaha:

  • Sewa Guna Usaha;
  • Anjak Piutang;
  • Usaha Kartu Kredit; dan/atau
  • Pembiayaan Konsumen.

Pasal 3

(1) Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut.

(2) Dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali.

(3) Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan.

Pasal 4

(1) Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

(2) Kegiatan Anjak Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam bentuk Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse) dan Anjak Piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse).

(3) Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse) adalah kegiatan Anjak Piutang dimana Perusahaan Pembiayaan menanggung seluruh risiko tidak tertagihnya piutang.

(4) Anjak Piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse) adalah kegiatan Anjak Piutang di mana Penjual Piutang menanggung risiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.

(5) Piutang dagang jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah piutang dagang yang jatuh tempo selama-lamanya 1 (satu) tahun.

Pasal 5

(1) Kegiatan Usaha Kartu Kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembelian barang dan/atau jasa.

(2) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan Usaha Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia.

Pasal 6

(1) Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

(2) Kebutuhan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi:

a. Pembiayaan kendaraan bermotor;

b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga;

c. Pembiayaan barang-barang elektronik;

d. Pembiayaan perumahan.

BAB III

TATA CARA PENDIRIAN

Bagian Pertama
Izin Usaha

Pasal 7

(1)
Perusahaan Pembiayaan didirikan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

(2)
Perusahaan Pembiayaan dapat didirikan oleh:

a.
warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau

b.
badan usaha asing dan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia (usaha patungan).

Pasal 8

(1)
Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wajib terlebih dahulu memperoleh Izin Usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan dari Menteri.

(2)
Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib secara jelas mencantumkan dalam anggaran dasarnya kegiatan pembiayaan yang dilakukannya.

Pasal 9

Permohonan untuk mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), diajukan kepada Menteri sesuai dengan format dalam Lampiran I dan wajib dilampiri dengan:
a.
akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang, yang sekurang-kurangnya memuat:

1.
nama dan tempat kedudukan;

2.
kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan;

3.
permodalan;

4.
kepemilikan;

5.
wewenang, tanggung jawab, masa jabatan direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas;

b.
data direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas meliputi:

1.
fotokopi tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor;

2.
daftar riwayat hidup;

3.
surat pernyataan: a) tidak tercatat dalam Daftar Kredit Macet di sektor perbankan; b) tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sektor

perbankan; c) tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan; d) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang
mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
e) tidak merangkap jabatan pada Perusahaan Pembiayaan lain bagi Direksi; f) tidak merangkap jabatan lebih dari 3 (tiga) Perusahaan Pembiayaan lain bagi Komisaris;
4.
bukti berpengalaman operasional di bidang Perusahaan Pembiayaan atau perbankan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun bagi salah satu direksi atau pengurus;

5.
fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi direksi atau pengurus berkewarganegaraan asing;

c. data pemegang saham atau anggota dalam hal:
1.
perorangan, wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 serta surat pernyataan bahwa setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering);

2.
badan hukum, wajib dilampiri dengan:

a) akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan usaha asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal;
b) laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan laporan keuangan terakhir;
c) dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 bagi pemegang saham dan direksi atau pengurus;
d.
sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia;

e.
fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha;

f.
rencana kerja untuk 2 (dua) tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:

1.
rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud;

2.
proyeksi arus kas, neraca dan perhitungan laba/rugi bulanan dimulai sejak Perusahaan Pembiayaan melakukan kegiatan operasional;

g.
bukti kesiapan operasional antara lain berupa:

l . daftar aktiva tetap dan inventaris;
2.
bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa-menyewa gedung kantor;

3.
contoh perjanjian pembiayaan yang akan digunakan; dan

4.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

h.
perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan patungan;

i.
Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN).

Pasal 10

(1)
Persetujuan atau penolakan atas permohonan Izin Usaha diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.

(2)
Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku selama perusahaan masih menjalankan usahanya.

Pasal 11

Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki piutang pembiayaan sekurang-kurangnya sebesar 40 % (empat puluh perseratus) dari total Aktiva.
Pasal 12

(1)
Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh Izin Usaha wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Izin Usaha ditetapkan.

(2)
Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha sesuai dengan format dalam Lampiran II.

(3)
Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Pembiayaan tidak melakukan kegiatan usaha, Menteri mencabut Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Modal

Pasal 13

Modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib dalam rangka pendirian Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut :
(1)
perusahaan swasta nasional atau perusahaan patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2)
koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

BAB IV

KEPEMILIKAN DAN KEPENGURUSAN
Pasal 14

Kepemilikan saham oleh badan usaha asing ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus) dari modal disetor.
Pasal 15

(1)
Bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum, jumlah penyertaan modal pada Perusahaan Pembiayaan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 50 % (lima puluh perseratus) dari modal sendiri.

(2)
Dalam hal badan hukum tersebut telah melakukan penyertaan, maka maksimum penyertaan pada perusahaan pembiayaan adalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikurangi dengan penyertaan yang telah dilakukan.

(3)
Modal sendiri pemegang saham yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas merupakan penjumlahan dari modal disetor, agio saham, cadangan dan saldo laba/rugi.

(4)
Modal sendiri pemegang saham yang berbentuk hukum Koperasi merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah.

(5)
Modal sendiri pemegang saham yang berbentuk hukum Yayasan adalah sebesar aktiva bersih yang terdiri dari Aktiva Bersih terikat secara permanen, Aktiva Bersih terikat secara temporer, dan Aktiva Bersih tidak terikat.

Pasal 16

(1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, tidak berlaku bagi Dana Pensiun.

(2)
Bagi pemegang saham yang berbentuk hukum Dana Pensiun, jumlah penyertaan pada Perusahaan Pembiayaan sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang investasi Dana Pensiun.

Pasal 17

(1)
Setiap Direksi, Komisaris dan Kepala Cabang Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan.

(2)
Ketentuan yang diperlukan mengenai persyaratan kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Pasal 18

(1)
Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan sekurang-kurangnya wajib memenuhi persyaratan:

a.
tidak tercatat dalam Daftar Kredit Macet di sektor perbankan;

b.
tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sektor perbankan;

c.
tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

d.
setoran modal pemegang saham tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering);

e.
salah satu direksi atau pengurus harus berpengalaman operasional di bidang Perusahaan Pembiayaan atau perbankan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; dan

f.
tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2)
Dalam hal pemegang saham Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum Perseroan Terbatas, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali huruf e berlaku bagi pemegang saham dan direksi dari Perseroan Terbatas tersebut.

(3)
Dalam hal pemegang saham Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum Koperasi, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali huruf e berlaku bagi pengurus Koperasi tersebut.

(4)
Dalam hal pemegang saham Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum Dana Pensiun, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali huruf e berlaku bagi pengurus Dana Pensiun tersebut.

Pasal 19

(1)
Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah perubahan disetujui atau dicatat oleh instansi yang berwenang.

(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan sesuai dengan format dalam Lampiran III, IV atau V Peraturan Menteri Keuangan ini serta wajib dilampiri dengan:

a.
perubahan anggaran dasar yang telah disahkan atau dilaporkan kepada instansi berwenang dan/atau didaftarkan dalam Daftar Perusahaan;

b.
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dan/atau huruf c.

(3)
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan perubahan pemegang saham, sementara modal disetornya kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), wajib menyesuaikan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

(4)
Dalam hal pemegang saham Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berbentuk badan hukum dan pemegang saham badan hukum tersebut berubah sehingga terdapat pemegang saham baru di atas 50% (lima puluh perseratus), maka Perusahaan Pembiayaan wajib menyesuaikan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Pasal 20

(1)
Direksi Perusahaan Pembiayaan wajib menetap di Indonesia dan dilarang melakukan perangkapan jabatan sebagai Direksi pada Perusahaan Pembiayaan lain.

(2)
Direksi Perusahaan Pembiayaan diperkenankan merangkap jabatan sebagai Komisaris pada 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan lain.

(3)
Komisaris Perusahaan Pembiayaan, diperkenankan merangkap jabatan menjadi komisaris sebanyak-banyaknya pada 3 (tiga) Perusahaan Pembiayaan.

BAB V

MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI
Pasal 21

(1)
Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi dilakukan.

(2)
Kantor pusat dan Kantor Cabang dari Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri atau konsolidasi dapat diberlakukan sebagai Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan hasil Merger atau hasil Konsolidasi.

(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan sesuai dengan format dalam Lampiran VI wajib dilampiri dengan:

a.
risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b.
perubahan anggaran dasar yang telah disahkan atau dilaporkan kepada instansi berwenang dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan;

c.
akta Merger atau akta Konsolidasi;

d.
data pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris atau anggota, pengurus, dan pengawas;

e.
status kantor Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri atau konsolidasi.

(4)
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Menteri:

a.
mencabut Izin Usaha yang telah ditetapkan dan menetapkan status kantor pusat dan Kantor Cabang dari Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri; atau

b.
memberi izin usaha kepada Perusahaan Pembiayaan hasil Konsolidasi;

c.
mencatat perubahan pemegang saham.

(5)
Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berlaku sejak Konsolidasi disetujui oleh instansi yang berwenang.

(6)
sebelum izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diberikan, Perusahaan Pembiayaan hasil Konsolidasi dapat menjalankan kegiatan usaha.

(7)
Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI

KANTOR CABANG
Pasal 22

(1)
Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

(2)
Untuk dapat membuka Kantor Cabang, Perusahaan Pembiayaan harus memiliki ekuitas sekurang-kurangnya 50 % (lima puluh perseratus) dari modal disetor berdasarkan laporan keuangan bulanan terakhir.

(3)
Permohonan untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri sesuai dengan format dalam Lampiran VII dan wajib dilampiri dengan:

a.
bukti penguasaan gedung kantor;

b.
rencana kerja tahunan Perusahaan Pembiayaan yang memuat rencana pembukaan Kantor Cabang dengan mencantumkan lokasi kantor cabang yang akan dibuka, sumber pendanaan, dan target pembiayaan, proyeksi arus kas, proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi;

c.
rencana kerja Kantor Cabang sekurang-kurangnya memuat:

1.
rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud;

2.
sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia termasuk nama calon kepala cabang serta jumlah karyawan;

3.
proyeksi arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Kantor Cabang melakukan kegiatan operasional serta proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi.

(4)
Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.

Pasal 23

(1)
Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak izin ditetapkan.

(2)
Laporan pelaksanaan kegiatan usaha Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan format dalam Lampiran VIII.

(3)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Cabang tidak melakukan kegiatan usaha, Menteri mencabut izin pembukaan Kantor Cabang yang telah ditetapkan.

Pasal 24

(1)
Penutupan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

(2)
Permohonan penutupan kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Menteri sebelum pelaksanaan penutupan kantor, sesuai dengan format dalam Lampiran IX.

(3)
Laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang wajib disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penutupan.

BAB VII

PINJAMAN DAN PENYERTAAN

Bagian Pertama
Pinjaman

Pasal 25

(1)
Perusahaan Pembiayaan dapat menerima pinjaman dari bank dan/atau badan usaha lainnya berdasarkan perjanjian pinjam meminjam.

(2)
Pinjaman dari badan usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Perusahaan Pembiayaan dinilai oleh lembaga independen yang sekurang-kurangnya meliputi:
1) latar belakang perusahaan dan keadaan keuangan;
2) kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik
jangka pendek maupun jangka panjang;
3) manajemen risiko;
4)kemampuan memperoleh laba secara berkesinambungan;
b. Jumlah pinjaman selain bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap investor dengan jangka waktu minimal 1 (satu) tahun;
(3)
Jumlah pinjaman bagi setiap Perusahaan Pembiayaan dibandingkan jumlah modal sendiri (networth) dan Pinjaman Subordinasi dikurangi penyertaan (gearing ratio) ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10 (sepuluh) kali.

(4)
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri.

(5)
Pinjaman subordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan pinjaman yang diterima Perusahaan Pembiayaan dengan syarat:

a.
minimum berjangka waktu 5 (lima) tahun;

b.
dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada;

c.
dituangkan dalam perjanjian tertulis antara Perusahaan Pembiayaan dengan pemberi pinjaman.

(6)
Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan gearing ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebanyak-banyaknya sebesar 50 % (lima puluh perseratus) dari modal disetor.

(7)
Setiap pinjaman subordinasi yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah pinjaman diterima sesuai dengan format dalam Lampiran X.

Pasal 26 Perusahaan Pembiayaan dapat memperoleh pendanaan syari’ah.
Pasal 27

(1)
Dalam menjalankan usahanya, Perusahaan Pembiayaan dapat bekerjasama dengan Bank Umum melalui Pembiayaan Channeling atau Pembiayaan Bersama (Joint Financing).

(2)
Dalam pembiayaan Channeling sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh dana untuk pembiayaan berasal dari bank umum dan risiko yang timbul dari kegiatan ini berada pada bank umum.

(3)
Dalam pembiayaan Channeling, Perusahaan Pembiayaan hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut.

(4)
Dalam pembiayaan Bersama (Joint Financing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber dana untuk pembiayaan ini berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan Bank Umum.

(5)
Risiko yang timbul dari pembiayaan Bersama (Joint Financing) menjadi beban masing-masing pihak secara proporsional atau sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pasal 28

(1)
Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki modal sendiri sekurangkurangnya sebesar 50 % (lima puluh perseratus) dari modal disetor.

(2)
Perusahaan Pembiayaan yang modal sendirinya kurang dari 50 % (lima puluh perseratus) modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang saham wajib menambah setoran modal sehingga sekurang-kurangnya menjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Kedua
Penyertaan

Pasal 29

(1)
Perusahaan Pembiayaan hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan di sektor keuangan di Indonesia.

(2)
penyertaan modal pada setiap perusahaan di sektor keuangan tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor perusahaan yang menerima penyertaan.

(3)
Jumlah seluruh penyertaan modal Perusahaan Pembiayaan tidak boleh melebihi 40 % (empat puluh perseratus) dari jumlah modal sendiri Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

(4)
Modal sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan Laporan Keuangan Audit terakhir.

BAB VIII
PEMBATASAN
Pasal 30

Perusahaan Pembiayaan dilarang:
a.
menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b.
menerbitkan Surat Sanggup Bayar (Promissory Note), kecuali sebagai jaminan atas hutang kepada bank yang menjadi krediturnya;

c.
memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.

BAB IX

PERUBAHAN NAMA
Pasal 31

(1)
Perubahan nama Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak perubahan nama dilaksanakan sesuai dengan format dalam Lampiran XI.

(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilampiri:

a.
risalah rapat umum pemegang saham;

b.
perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; dan

c.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Perusahaan Pembiayaan yang baru.

(3)
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

BAB X

PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR
Pasal 32

Pemindahan alamat kantor pusat atau Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak pelaksanaan pemindahan disertai dengan bukti penguasaan gedung kantor.
BAB XI
PELAPORAN
Pasal 33

(1)
Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada Bank Indonesia:

a.
Laporan Keuangan Bulanan;

b.
Laporan Kegiatan Usaha Semesteran;

c.
Laporan Keuangan Tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.

(2)
Ketentuan mengenai penyusunan dan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, ditetapkan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

(3)
Perusahaan Pembiayaan wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi singkat sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas, selambatlambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.

(4)
Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi singkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah pelaksanaan pengumuman.

Pasal 34

(1)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan.

(2)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b, wajib disampaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah periode semester berakhir.

(3)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c, wajib disampaikan selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.

(4)
Tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan berdasarkan tahun takwim.

Pasal 35

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan kepada:
a.
Menteri c.q. Biro Perbankan, Pembiayaan dan Penjaminan dengan alamat Gedung A Lantai 5, Jalan Dr. Wahidin Nomor 1, Jakarta Pusat 10710;

b.
Bank Indonesia c.q. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter-Bagian Statistik Moneter, Jalan Kebon Sirih Nomor 82 – 84, Jakarta Pusat 10110.

BAB XII

PENGAWASAN
Pasal 36

(1)
Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Perusahaan Pembiayaan.

(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.

PENCABUTAN IZIN USAHA
Pasal 37

(1)
Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Menteri.

(2)
Pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Perusahaan Pembiayaan:

a.
bubar;

b.
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan ini;

c.
tidak lagi menjadi Perusahaan Pembiayaan;

d.
melakukan Merger atau Konsolidasi;

e.
tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (3).

Pasal 38

Perusahaan Pembiayaan bubar karena:
a.
keputusan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b.
jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir;

c.
putusan pengadilan;

d.
keputusan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Pasal 39

Dalam hal Perusahaan Pembiayaan bubar karena keputusan rapat umum pemegang saham, likuidator wajib melaporkan hasil rapat umum pemegang saham kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak rapat umum pemegang saham dilaksanakan.

Pasal 40

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, berlaku pula bagi Perusahaan Pembiayaan yang bubar karena jangka waktu berdirinya sudah berakhir.
Pasal 41

(1)
Dalam hal Perusahaan Pembiayaan bubar berdasarkan putusan pengadilan atau keputusan pemerintah, likuidator atau penyelesai wajib melaporkan pembubaran tersebut kepada Menteri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau dikeluarkannya keputusan pemerintah.

(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilampiri :

a.
putusan pengadilan dan atau keterangan resmi yang menyatakan putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

b.
keputusan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Pasal 42

(1)
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan perubahan kegiatan usaha sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan Pembiayaan wajib melaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak perubahan anggaran dasar disahkan oleh instansi berwenang.

(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilampiri:

a.
risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota; dan

b.
perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang.

Pasal 43

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42, Menteri mencabut Izin Usaha.

SANKSI
Pasal 44

(1)
Setiap Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dikenakan sanksi berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan Izin Usaha.

(2)
Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 30 (tiga puluh) hari.

(3)
Dalam hal masa berlaku peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Menteri menetapkan sanksi pembekuan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

(4)
Dalam hal masa berlaku peringatan berakhir jatuh pada hari libur nasional maka peringatan berlaku hingga hari kerja berikutnya.

(5)
Pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dan mulai berlaku sejak surat pembekuan ditetapkan.

(6)
Perusahaan Pembiayaan yang dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilarang melakukan kontrak pembiayaan baru.

(7)
Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha.

(8)
Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, Menteri mencabut Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45

Perusahaan Pembiayaan yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini mempunyai modal disetor kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tidak wajib menyesuaikan persyaratan modal disetor tersebut sepanjang tidak melakukan perubahan pemegang saham.
Pasal 46

Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh Izin Usaha, wajib memenuhi ketentuan Pasal 11, Pasal 15 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25 ayat (3), dan Pasal 28 ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 47

Sanksi-sanksi yang telah diberikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 172/KMK.06/2002 tanggal 23 April 2002, dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 48

Perusahaan Pembiayaan yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini telah memperoleh Izin Usaha untuk melakukan kegiatan Usaha Kartu Kredit, sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia.
Pasal 49

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 19 ayat (3), tidak berlaku bagi pelaporan perubahan pemegang saham yang telah diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 50

Selama ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat
(2) belum ditetapkan, Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor 1500/LK/2005 tanggal 4 Mei 2005 tetap dinyatakan berlaku dan penyebutan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dalam keputusan tersebut, diubah menjadi Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Pasal 51

Permohonan pembukaan Kantor Cabang yang telah diajukan kepada Menteri sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan dan belum memperoleh persetujuan berlaku ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 52

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 172/KMK.06/2002 tanggal 23 April 2002, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 185/KMK.017/2002 tanggal 24 April 2002 tentang Penghentian Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Salinan sesuai dengan aslinya, Pada tanggal 29 September 2006
Kepala Biro Umum
u.b. MENTERI KEUANGAN, Kepala Bagian T.U. Departemen
ttd,
Antonius Suharto NIP 060041107 SRI MULYANI INDRAWATI

(i)nlawnesia, Research & Development for Indonesian Legal Logic.